Sejarah SPRI
SEJARAH KAMI, SEJARAH PERLAWANAN
Pengantar
Kami
hadir sebagai bagian dari perjuangan kelas—kelas yang tertindas melawan kelas
yang menindas. Jauh-jauh hari sebelum Columbus meninggalkan Eropa dan
perjanjian Tordesillas disahkan oleh Tahta Suci, manusia sudah hidup dalam
antagonisme kelas. Tepatnya semenjak kelas-kelas sosial terbentuk setelah
hancurnya corak produksi komune primitif. Muculnya corak produksi perbudakan
menandai dominasi kelas yang berkuasa terhadap para budak. Para pemilik budak
mengeksploitasi para budak guna menumpuk pundi-pundi kekayaan, menghasilkan
surplus produksi bagi kepentingan kelasnya. Para budak dilucuti derajatnya
sebagai manusia, menjadi hewan perahan dengan derajat setara binatan. Maka para
budak tidak henti-henti melakukan pemberontakan guna melepaskan diri dari rantai
penindasan
Setelah
masyarakat perbudakaan tidak mampu lagi mewadai kemajuan corak produksi, maka
munculah masyarakat feodalisme. Di sinilah sejarah para raja dimulai. Para raja
yang merasa mempunyai hak atas tanah sebagai perwakilan Tuhan di muka bumi,
memaksa para hamba sahaya untuk bekerja demi kepentingan mereka. Hasil produksi
dan surplus produksi semuanya diserahkan kepada raja guna menumpak kekayaan
bagi istana. Para petani hidup bagai kuda yang bekerja tanpa henti bukan demi
kesejahteraanya sendiri, tetapi demi para raja dan seluruh bagian dari
birokrasi kerajaan. Bersamaan dengan penindasan para raja, perlawanan petani
tak pernah berhenti. Jatuh bangun perlawanan kaum tani, bisa ditumpas dan
dikalahkan, namun tidak pernah pupus. Seperti rumput teki, selalu tumbuh
walaupun sering dicabuti.
Di
negeri kami, feodalisme ini bergandengan tangan dengan kolonialisme. Maka
rakyatpun mengalami penindasan ganda: ditindas oleh bangsanya sendiri dan
sekaligus ditindas oleh penjajah. Maka revolusi di negeri kami merubuhkan dua
hal sekaligus: feodalisme dan penjajahan. Maka revolusi negeri kami bukanlah
revolusi yang mudah karena menghancurkan feodalisme dan sekaligus kekuatan
modal kapitalisme kolonial. Oleh sebab itu, sedari awal rakyat di negeri kami
sudah terdidik oleh beratnya arena perlawanan.
Saat
feodalisme telah runtuh dan kolonialisme berhasil diusir, perkembangan
kapitalisme melahirkan apa yang kami sebut kaum miskin perkotaan. Mereka
tersebar di tengah-tengah kota yang baru tumbuh sebagai dampak dari
industrialisasi. Tenaga mereka tak mampu diserap oleh pabrik-pabrik yang
bertumbuh. Sementara untuk bertani, lahan-lahan telah habis digantikan oleh
pusat-pusat pertokoaan, perumahan, bandara hingga gedung-gedung perkantoran.
Maka mereka mencari lapangan pekerjaan sendiri di luar pekerjaan sebagai buruh
maupun sebagai pegawai pemerintahan. Lapangan pekerjaan mereka membentang,
mulai dari pedagang kaki lima, calo, sopir hingga menjadi copet.
Bukan
sebagai proletariat, kaum miskin kota memang tidak berhadapan langsung dengan
tuan-tuan kapitalis. Namun, bukan berarti mereka tidak ditindas oleh dihisap
oleh kapitalisme. Tidak ada sendi-sendi kehidupan yang bisa melepaskan diri
dari jerat kapitalisme. Termasuk kaum miskin perkotaan. Tak mengherankan kalau
mereka pun sering melakukan perlawanan terhadap para pemilik modal.
Terpinggirkan
secara ekonomi, politik dan sosial budaya, tidak menjadikan kaum miskin
perkotaan absen dalam momentum perlawanan. Ketika revolusi nasional pecah pada
1945, kaum miskin perkotaan bergabung dengan laskar-laskar rakyat melawan
kekuasaan kolonial. Mereka memimpin terjadinya perang kota melawan balatentara
Jepang maupun NICA pada agresi Belanda I dan II. Peran revolusioner mereka ikut
mengobarkan bara api perlawanan memperlihatkan kaum miskin perkotaan bukan
kekuatan yang bisa dipinggirkan.
Elan
revolusi kaum miskin perkotaan merupakan energi perubahan yang maha dasyat.
Mereka selalu terlibat perubahan penting di negeri ini. Peristiwa 27 Juli 1996
hingga Mega Bintang Rakyat 1997, merupakan contoh gelombang-gelombang
revolusioner yang melibatkan kaum miskin perkotaan. Seringkali, secara tidak
terduga-duga kegigihan kaum miskin perkotaan mampu mendobrak dinding-dinding
kekuasaan yang sebelumnya berdiri kokoh. Di tengah energi revolusioner kaum
miskin perkotaan yang melimpah ruah inilah kami, SPRI (Serikat Perjuangan
Rakyat Indonesia), hadir. Kehadiran kami untuk mewadahi energi revolusioner
kaum miskin perkotaan itu. Jika tidak diwadahi, energi perlawanan itu bisa
digunakan oleh kekuatan reaksioner untuk memukul gerakan demokratik.
Cikal Bakal SPRI dan Penumbangan Kediktatoran
Krisis politik dan ekonomi menandai proses penumbangan
rezim kediktatoran Orde Baru. Selama 32 tahun, Soeharto dengan ditopang militer
dan birokrasi, mematikan hak-hak politik rakyat. Saluran perlawanan sengaja
disumpal dengan represifitas agar tidak muncul ke permukaan. Semenjak
berdirinya, Orde Baru merupakan rezim anti demokrasi. Mengutamakan tentara
sebagai gerakan pemenggal demokrasi dengan alasan untuk menarik modal masuk
demi pembangunan nasional. Oleh sebab itu, setiap gerakan yang menentang rezim
akan ditumpas sampai ke akar-akarnya.
Peristiwa Mei 1998 menandai kebangkitan gerakan
perlawanan rakyat. Setelah berpuluh puluh tahun dihambat perkembangannya,
akhirnya benteng yang dibangun oleh Orde Baru jebol juga. Alinasi gerakan
rakyat yang luas berhasil menumbangkan kediktoran Orde Baru. Di antara gerakan
yang berlawan, kaum miskin kota ikut ambil bagian dalam proses penumbangan
rezim Orde Baru. Keterlimbat kaum miskin kota ikut mendorong radikalisasi
massa. Bila pusat gerakan awalnya di kampus-kampus, munculnya kaum miskin
perkotaan mendorong gerakan untuk keluar ke jalanan, melumpuhkan titik-titik
strategis yang membuat percepatan penumbangan rezim Orde Baru.
Pada awalnya, perlawanan kaum miskin kota tentu saja
masih sporadis, tidak terorganisir. Semenjak Pemuda Rakyat dihancurkan oleh
rezim Orde Baru pasca Peristiwa 1965, tidak ada lagi organisasi progresif yang
mengorganisir kaum miskin perkotaan. Justru lebih banyak kelompok reaksionerlah
yang mewadahi kaum miskin perkotaan demi kepentingan ekonomi dan politik
mereka.
Setelah Peristiwa Mei 1998, terlihat bahwa kaum miskin
kota dimanfaatkan oleh militer untuk memukul mundur gerakan demokrasi. Lewat
Pam Swakarsa yang berisikan kaum miskin kota yang dipersenjatai, militer
menghadap-hadapakannya dengan kekuatan rakyat yang menghendaki reformasi total.
Benturanpun tak bisa dihindarkan. Di beberapa tempat, korban jiwa berjatuhan.
Besarnya energi perlawanan rakyat akhirnya berhasil memukul mundur kekuatan
reaksioner sehingga pada akhirnya berhasil memperlebar jalan demokrasi.
Salah satu buah dari demokrasi adalah munculnya
organisasi-organisasi rakyat dalam berbagai sektor. Bila sebelumnya
organisasi-organisasi yang ada harus mendapatkan restu dari pemerintah,
tumbangnya kediktoran mendorong elemen-elemen masyarakat untuk berserikat dan
berkumpul dalam wadah organisasi. Bentuk-bentuk organisasinya pun beraneka
ragam, mulai dari ormas hingga Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Salah satu
yang diwadai oleh organisasi tersebut adalah kaum miskin perkotaan.
Munculnya organisasi-organisasi yang mewadai kaum miskin
perkotaan inilah yang kemudian mendorong kekuatan-kekutan progresif untuk
terlibat di dalamnya. Beberapa organisasi tersebut antara lain Gerakan Pemuda
Kerakyatan (GPK/1999), Laskar Pemuda Rakyat Miskin (2002/Jakarta), Serikat
Pengamen Indonesia (1997/Yogja), Kaum Miskin Kota untuk Revolusi Demokratik
(Kastared/Lampung), dan pengorganisiran kaum miskin kota di Sumatera, Sulawesi,
dan Kalimantan. Selain GPK, organisasi-organisasi tersebut masih bersifat
kedaerahan. Belum ada wadah yang tersebar secara nasional cabang-cabangnya.
Inilah yang mendasari kami untuk melakukan kongres persatuan.
Beberapa organisasi KMK dari Sumatera, Jawa, Bali,
Kalimatan, Sulawesi dan Papua berhasil dikumpulkan guna menyelenggarakan sebuah
kongres persatuan KMK, pada 11-13 Oktober 2004 di Bogor, Jawa Barat. Inilah
sejarah penting bagi kami. Tanpa persatuan tidak ada jalan menuju perubahan.
Kami menyadari, kaum miskin perkotaan tidak hanya berada di satu dua kota,
tetapi ada diseluruh pelosok negeri ini. Penindasan yang dialami oleh kaum
miskin perkotaan juga terjadi dimana-mana. Persatuan diperlukan agar kekuatan kaum
miskin perkotaan menjadi satu tubuh dan satu jiwa.
Organisasi yang datang dalam Kongres Persatuan KMK
antara lain: KPM-Jakarta, GPK-Jakarta, LPRM Jakarta, SHP Jakarta, PRT Jakarta,
STPOI Jakarta, SPM Mojokerto, GPK Gresik, GPK Kudul, FOKAL Gresik, LPRM Tuban,
LPRM Lamongan, LPS Surabaya, SPS Pasuruan, GPK Pekalongan, KPR Pekalongan, SPI
Jogjakarta, PPKL RM Jogjakarta, SPRMK Medan, JAMURDEMO Siantar, BARAK
Palembang, GPK Lubuk Linggau, KPSBR Lampung, GPK Sulawesi Selatan, GPK Bau-bau,
GPK Kendari, KPR-S Makasar, PPKL Kalimantan Timur dan yang tidak hadir akan
tetapi menyatakan bersedia bergabung antara lain: Aceh, Bandung, Palu, Maumere
dan Solo.
Poin-poin penting dalam kongres meliputi pembahasan
tentang situasi nasional. Indonesia sudah merdeka, akan tetapi muncul
penjajahan asing dengan gaya baru. Inilah yang membuat hilangnya kemerdekaan
nasional dalam lapangan ekonomi untuk mengemudikan arah perekonomian nasional.
Akibat tidak ada kemandirian dibidang ekonomi mengakibatkan berbagai macam
kesengsaraan bagi kehidupan rakyat miskin di perkotaan dan juga di pedesaan.
Ketiadaan lahan dan perlindungan terhadap produk-produk
pertanian dari persaiangan keji dengan modal asing serta minimnya teknologi
pertanian di desa-desa telah menyebabkan meningkatnya arus migrasi ke kota
untuk mencari pekerjaan. Rendahnya upah, bahkan PHK massal dalam telah
memperpanjang barisan pengangguran di kota.
Pencabutan subisidi kesejahteraan-BBM, kesehatan,
pendidikan dan perumahan-bagi rakyat semakin menambah panjang barisan
pengangguran tanpa keterampilan. Arus urbanisasi, dampak krisis, menyebabkan
barisan rakyat miskin kota-kota semakin bertambah banyak. Tanpa jaminan
lapangan kerja yang bermartabat, rendahnya daya beli menyebabkan kemampuan
untuk bertahan hidup bahkan untuk ukuran yang paling minimal pun tidak
didapatkan. Ini menyebabkan menjamurnya sektor informal, perkampungan kumuh,
pengangguran, prostitusi, gelandangan, dan kaum kriminil.
Inilah nasib dan derita abadi rakyat miskin kota di
tengah negeri yang kapitalismenya terbelakang dan penguasanya kaki tangan
Imperialis Neoliberal yang anti rakyat, keji, dan militeris. Serangan terhadap
kesejahteraan rakyat akibat krisis dan solusi neoliberal yang dijalankan
semakin massif dan semakin mempertajam krisis. Kemandirian negara goyah di
bawah tekanan dari negeri-negeri maju lewat lembaga-lembaga ekonomi dunia yang
memberikan hutang dan akibat ketergantungan ekonomi lainnya (misalnya bahan mentah
untuk industri).
Perlawanan rakyat terhadap serangan ini sering dihadapi
dengan represi baik secara fisik maupun dengan alasan hukum/ kriminalisasi.
Sementara problem-problem penyalahgunaan uang rakyat (korupsi) juga semakin
merajalela. Situasi ini semakin mengarah pada krisis yang semakin kompleks,
tidak hanya secara ekonomi akan tetapi juga krisis kepercayaan rakyat terhadap
penyelenggara negara (politik).
Keadaan ini memberikan basis bagi kesadaran yang semakin
maju dari rakyat untuk perubahan. Bangkrutnya kepercayaan rakyat terhadap
elite-elite politik yang diwadahi dalam partai-partai tradisional dan
perlawanan-perlawanan dalam bentuk gerakan massa adalah bukti kuatnya keinginan
rakyat akan perubahan. Keinginan berubah rakyat ini harus terus menerus diolah,
diwadahi dan diarahkan menemukan jalan keluarnya dan tidak ditipu oleh para
reformis gadungan karena sejatinya hanya rakyat sendirilah yang mampu membebaskan
dirinya dari ketertindasan dan ilusi yang selalu mebelengunya.
Situasi seperti di atas mengendaki pola transformasi
baru, yaitu dari masyarakat agraris kemasyarakat industri dengan metode yang
ilmiah, modern, dan berkeadilan sosial. Kondisi ini guna menyerap barisan
pengangguran ke dalam proses industrialisasi. Dengan demikian perjaan-pekerjaan
informal dapat digantikan dengan pekerjaan formal yang lebih mensejahterakan
dan menaikan martabat rakyat miskin.
Problem-problem tersebut diatas mengharuskan dibangun
juga wadah perjuangan nasional dengan membangkitkan gerakan perjuangan rakyat
miskin dan terlibat aktif dalam menggalang dan memperkuat persatuan rakyat
miskin. Inilah kebutuhan mendesak dari perjuangan rakyat miskin.
Tanpa demokrasi, kesejahteraan rakyat miskin tak mungkin
terwujudkan. Didalam demokrasi, organisasi-organisasi rakyat miskin didirikan,
mendidik diri dan membajakan diri Bersama sektor rakyat tertindas lainya menuju
kemenangan sejati. Persoalan perlawanan spontan, lokal dan tersekat-sekat dalam
profesi kaum miskin kota ; pemuda, pedagang, pelacur, tukang becak, pengamen,
dan sebagainya tidak akan menghasilkan kemenangan bagi kaum miskin kota.
Disinilah arti penting dari Kongres Persatuan KMK. Dengan membangun organ
payung, menggagas gerak langkah bersama secara ideologi, politik dan
organisasi. Hanya dengan persatuan, langkah kita semakin gagah, kuat, kokoh,
tak terkalahkan.
Pembangunan organisasi diletakan pada dasar; (1)
Penyatuan, pembangunan dan perluasan keterlibatan komite-komite lokal baik
berdasarkan kampung maupun sektor kerja di setiap teritori dalam sebuah bentuk
perjuangan bersama, (2) Pembangunan dan perluasan di teritorial yang belum ada
organisasinya berdasarkan kampung atau sektor kerjanya.
Karena itu pada tahap awal penyatuan dan pembangunan
organisasi nasional Kaum Miskin Kota berbentuk LIGA. Terdiri dari
organisasi-organisasi lokal baik berdasarkan teritori maupun sektor kerja, yang
disatukan dalam sebuah organisasi payung di tingkat nasional, wilayah maupun
kota. Misalnya: dalam sebuah kota terdapat lima organisasi meliputi: pengamen,
organ pedagang, organ pemuda atau karang taruna dll, maka bentuk penyatuannya
dilakukan dalam bentuk Presidium Bersama, begitu juga ditingkat wilayah dan nasional.
Akan tetapi dalam menjalankan aktifitas sehari-hari dapat dipimpin oleh sebuah
struktur harian.
Dengan demikian kepemimpinan LIGA secara organisasional
dalam kondisi ini hanya terjadi ditingkat nasional, wilayah, kota (yang
merupakan perwakilan komite kampung/sektor kerja disetiap tingkatannya).
Pembasisan organisasi baik komite kampung/ sektor kerja yang menjadi tugas
pokok pada awal pembangunan ini dipastikan oleh organisasi-organisasi yang
tergabung dalam LIGA ataupun dengan pembentukan unit-unit kerja di setiap
kampung mapun sektor kerja.
Maka kongres pun memutuskan terbentuknya SRMK (Serikat
Rakyat Miskin Kota). Pengurus DPN: Ketua Umum (Marlo Sitompul), Sekjen
(Munatsir), Kabid. Pedangan Kaki Lima (Sukandar), Kabid. Pemuda (Dika
Mohammad), Kabid Budaya (Beni Hasibuan).
Dari SRMK ke SRMI
Dinamika organisasi akan mengikuti dinamika sosial.
Hanya organisasi yang bisa mengikuti gerak zamanlah yang akan besar. Harus
disadari organisasi merupakan alat. Alat yang dipakai haruslah mengikuti
perkembangan keadaan yang dilalui. Perkembangan organisasi kami pun mengikuti
dinamika masyarakat.
Sebagai organisasi, SRMK berkembang sampai ke desa-desa.
Di pedesaan, juga terdapat kaum miskin desa. Mereka merupakan para pemuda yang
tidak mampu diserap menjadi tenaga kerja sektor pertanian. Mereka mulai
menyadari pentingnya organisasi guna memperjuangkan nasib mereka. Maka
bergabunglah dengan SRMK. Problem organisasi pun timbul karena hanya menyebut
miskin kota. Mau tidak mau nama organisasipun harus diubah. Berdasarkan Kongres
I Serikat Rakyat Miskin Kota pada, tanggal 13 -15 Oktober 2004 di Bogor Jawa
Barat, didirikanlah ormas Serikat Rakyat Miskin Indonesia selanjutnya
disingkat SRMI.
Sepanjang yang pernah dipelajari, penindasan dan
penghisapan oleh Kapitalisme-lah yang menciptakan kemiskinan. Bahkan,
Kapitalisme memang mensyaratkan adanya orang miskin. Karena, apabila tidak ada
orang miskin, kapitalisme tak akan memiliki daya untuk memproduksi barang
dagangan sebanyak-banyaknya dengan biaya produksi yang semurah-murahnya. Ya,
apabila tidak ada orang miskin, kapitalisme tidak akan pernah mampu menunjukkan
wajah palsunya yang seolah-olah penuh kasih dan pertolongan itu di hadapan media
massa cetak dan elektronik. Dengan kata lain, kapitalisme bisa tetap berjaya
hanya karena ada orang miskin. Dan agar tetap berjaya, kaum kapitalis pasti
menginginkan orang miskin tetap tinggal diam di kemiskinannya yang jauh dari
sejahtera. Dan, kaum miskin itu terdapat di kota dan desa. SRMI berkehendak
mewadai mereka.
Metode perjuangan pun mesti mengikuti perkembangan
situasi yang ada. Tidak selamanya harus berseberangan dengan pemerintah. Pada
saat program-program pemerintah menguntungkan kaum miskin, maka perlu
diintervensi sehingga benar-benar tepat sasaran. Inilah kesempatan bagi kami
untuk mengadvokasi rakyat miskin secara luas. Maka dengan bekerjasama dengan
pemerintah, maka kami mengadvokasi program BLT dan ASKESKIN (2006). Kerjasama
ini untuk memastikan bahwa hak-hak rakyat miskin benar-benar terpenuhi.
Dalam melakukan advokasi, metode perlawanan harus tetap
dijaga. Perlawanan lewat aksi massa sebagai senjata kekuatan rakyat miskin
terus menerus dilakukan agar tidak dapat bersandar pada spontanitas. Gerakan
perlawanan mesti terencana dan terjadwal dengan baik agar rakyat miskin selalu
belajar dari aksi ke aksi. Maka kami menyusun rencana aksi setiap tiga/empat
bulan tanpa harus menunggu ada persoalan. Aksi massa selain untuk melatih
radikalisasi, juga untuk memperluas front persatuan dengan elemen-elemen demokratik
yang lain. Dengan adanya front persatuan diharapkan kekuatan semakin berlipat
ganda.
Perkembangan situasi juga menghendaki bentuk organisasi
harus disesuaikan. Selama perjalanannya, pengalaman kami mengajarkan bahwa
organisasi payung tidaklah memadai untuk mengimbangi percepatan dinamika kaum
miskin. Mekanisme organisasi payung kurang mengikat kekompakan dalam bergerak
(adanya penolak keputusan SRMK oleh ormas anggota). Oleh sebab itu, bentuk
organisasipun diubah dengan prinsip sentralisme demokrasi. Keputusan diambil
secara bersama-sama secara demokratis. Ketika keputusan sudah diambil, maka
seluruh organisasi wajib menjalankan organisasi tersebut. Maka SRMI lahir
dengan mekanisme organisasi dengan memadukan arah gerak dari pusat sampai
cabang terbawah.
Perpecahan: Kehendak Sejarah
Intrik-intrik politik bukan hal yang baru dalam
pembangunan organisasi. Peristiwa ini juga menimpa organisasi kami. Berawal
dari desas-desus bahwa SMRK akan bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa
(PKB), perpecahan itu terjadi. Merebaknya isu ini telah didengar sebagian
aktifis gerakan di nasional.
Setelah diteliti, DPN SRMI telah menemukan jawaban
asal-usul isu ini berkembang. Pertama, kecaman DPN SRMI terhadap Pengurus SRMI
Sulawesi Selatan yang masuk menjadi salah satu pengurus partai peserta pemilu. Secara organisasi belum ada
keputusan SRMI untuk masuk kedalam partai yang akan dijadikan patner atau
sekutu dalam pemilu 2014. Kedua,
penegasan DPN SRMI kepada pengurus SRMI diwilayah atau kota atau kabupaten yang
tidak fokus dalam kerja penstrukturan. Ketiga, ada campur tangan Partai Rakyat
Demokratik (PRD) terkait penyebaran isu tersebut di atas. Sebab sebelumnya,
kader PRD yang bekerja di SRMI memprotes pimpinan pusat PRD yang salah
mengambil kebijakan. Yaitu, masuknya ketua umum PRD ke salah satu partai
sebelum ada keputusan partai secara resmi.
Pada 28-29 Februari 2011, Pelaksanaan Rapimnas II
dilaksanakan di Jakarta, di Gedung Hall Volley Senayan dengan dihadiri 1500
anggota SRMI DKI Jakarta dan Pengurus Cabang SRMI peserta Rapimnas (Jawa barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah (awal peninjau),
Jambi (perluasan), Lampung, DKI Jakarta, dan RIAU). Acara pembukaan Rapimnas II
SRMI diisi sambutan Ketua Umum SRMI dan Pidato Muhaimin Iskandar selaku Menteri
Tenaga Kerja & Transmigrasi Indonesia.
Pada 29 Februari 2011, Rapimnas dilaksanakan dengan
peserta aktif dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Lampung
dan Sulawesi Selatan. Sedangkan untuk Jambi diassesment DPN karena status
daerah perluasan dan Sulawesi Tengah, peninjau, situasional karena hadir pasca
presnas PRD. Agenda pembasahan diantaranya, situasi nasional yakni laporan DPN
SRMI dan daerah terkait bidang ideologi, politik dan organisasi. Kemudian
startegi taktik, yakni hasil dan dinamika sidang.
Secara umum sepanjang pelaksanaan Rapimnas II SRMI
berlangung tidak ada kesan ataupun kata-kata yang menunjukkan adanya persoalan
antara DPN – DPW SRMI terkait persoalan berpidatonya Muhaimin Iskandar. Hal ini
dianggap oleh semua peserta sidang adalah bagian dari rangkaian pendekatan
program. DPN SRMI sama sekali tidak ada maksud tidak memberi kesempatan
pimpinan PRD berbicara dalam forum pembukaan Rapimnas. Justru DPN SRMI telah
mengirimkan surat kepada Sekjen PRD untuk hadir dan berkesempatan memberikan pidato.
Pasca Rapimnas II SRMI, Pengurus DPN SRMI dalam surat
keputusan No : B/SK/DPN-SRMI/III-2011/050 menetapkan program kerja Radikalisasi
Terjadwal, Pendidikan dan Manajemen Organisasi.
Ketiga hal tersebut meliputi penerbitan BARA, konfrensi pendidikan, aksi
nasional hari anti kemiskinan, mengisi ruang politik dibulan ramadhan,
pendataan front non parlemen, penjajakan calon sekutu, menetapkan Jambi dan
Sulawesi Tengah sebagai daerah perluasan dengan target 8 bulan sudah terbentuk
struktur DPW, dan musyawarah wilayah untuk pendetailan tehnis kerja diatas
tersebut. Pengerjaan keseluruhan ini adalah kerja periode bulan Maret – Oktober
2011.
Seiring berjalannya waktu, DPN SRMI mendapatkan sms atau
telepon dari DPW SRMI Jawa Barat yang mengirim surat adanya pembentukan KPO
SRMI yang akan mendorong KLB. Motor dari penggerak KPO SRMI ini adalah DPW SRMI
Sulawesi Selatandan DPW SRMI Jawa Tengah. Mereka melakukan kerja-kerja
konspirasi (tertutup) dengan mengajak cabang-cabang SRMI untuk menyepakati
adanya KLB. Sedangkan surat adanya pembentukan KPO tidak pernah secara resmi
diterima DPN.
Sejarah perpecahan ini justru mendewasakan kami. Elang
tidak diuji dengan angin sepoi-sepoi, tetapi oleh badai. Perpecahan merupakan
dialektika yang tidak perlu diratapi. Sejarah mencatat, organisasi-organisi
yang besar tumbuh lewat serangkaian perjuangan internal dalam organisasi untuk
membersihkan organisasi dari unsur-unsur pengkhianat. Inilah yang mendorong
kami untuk segera melakukan konsolidasi untuk membangun kekuatan baru.
Lahirnya SPRI
Pada tanggal 1-4 Juli 2014, Serikat Rakyat Miskin
Indonesia menggelar Kongres I SRMI di Cianjur, Jawa Barat. Hadir dalam Kongres
tersebut para pengurus dari cabang-cabang SRMI: Aceh, Sumatera Utara, Lampung,
DKI Jakarta, Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat. Oleh karena terkendala
pendanaan peserta dari Banten, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Gorontalo
tidak bisa menghadiri Kongres tersebut. Namun demikian mereka menyatakan akan
tetap mendukung keputusan Kongres dan siap membuka cabang.
Sebelum sidang kongres dimulai, Ketua Panitia sekaligus
Ketua Umum SRMI, menyampaikan pidato pembukaan: “Kita sebenarnya semakin
yakin bahwa perjuangan melawan kemiskinan yang sedang kita jalani sekarang akan
berkembang dan terus berkembang menjadi sesuatu yang dahsyat. Kami semakin
yakin bahwa organisasi SRMI yang kini berada di 16 cabang kota dan kabupaten,
akan semakin giat berkumpul dan bekerja bersama rakyat untuk melawan
pemiskinan. Dan masing-masing dari kita sebagai anggota SRMI sadar dan paham
bahwa upaya melawan pemiskinan dan kemiskinan adalah bagian dari keseharian
kita semua.”
Sidang pertama dimulai dengan penilaian Laporan DPN SRMI
Periode 2008-2013. Terdapat beberapa kesimpulan seperti: Secara umum kesadaran
yang berhasil dibangun oleh organisasi adalah kesadaran memperjuangkan hak.
Secara umum organisasi tidak berhasil memenangkan kadernya untuk masuk ke dalam
sistem demokrasi borjuis tingkat nasional, kecuali ditingkat desa atau RT.
Organisasi tidak mengalami perluasan dan penguatan ditingkat provinsi oleh
karena adanya upaya pecah belah oleh PRD (terjadi pengurangan cabang di tiga
provinsi).
Dalam sesi sidang Penilaian Situasi Ekonomi Politik
Nasional, disimpulkan: Negara Indonesia adalah negara Kapitalis. Seluruh
susunan ketatanegaraan Negara Indonesia diabadikan berdasarkan prinsip-prinsip
yang memenangkan dan melestarikan kekuasaan modal. Kapitalisme di Indonesia
memiliki ciri khas khusus yaitu dengan latar belakang sejarah awal masuknya
kapitalisme di Indonesia serta kebijakan-kebijakan penguasa pasca Revolusi
Pembebasan Nasional 1945 yang tidak tuntas, menjadikan negeri kapitalis yang perekonomiannya
tergantung dan didominasi oleh kepentingan negeri-negeri Imperialis. Dalam
kondisi semacam ini rakyat Indonesia hingga sekarang menjadi korban penghisapan
dan perampasan kesejahteraan dan sumber daya alamnya oleh kaum Imperialis dan
kakitanganya di dalam negeri.
Ekspansi besar-besaran dan dominasi perekonomian dalam
negeri oleh kaum imperialis ini memunculkan situasi-situasi baru yang secara
signifikan berpengaruh di lapangan politik. Susunan kekuasaan semakin
menyesuaikan dengan perkembangan situasi ini. Tekanan krisis di sektor riil
yang tidak bisa pulih, adalah keadaan yang mencerminkan rendahnya basis tenaga
produktif dari borjuis dalam negeri yang sangat tergantung pada modal,
teknologi, dan pasar asing—yang dalam skala global produk manufaktur Indonesia
adalah bagian dari komoditi global dalam taraf over produksi. Situasi ini
menyebabkan rasionalisasi ekonomi kapitalis sebagai istilah lain dari
kebangkrutan massal terus berlagsung. Hal ini mendorong banyak kapitalis dalam
negeri beralih menjadi kapitalis pedagang murni, dengan menjual merkperusahaan-perusahaan Indonesia tapi barangnya didatangkan dari Cina.
Otonomi daerah adalah salah satu konsekuensi politik
yang logis sebagai arah dari perkembangan baru ini. Borjuasi dalam negeri yang
semakin terdesak dalam melawan persaingan dengan kapital asing menjadikan
otonomi daerah dan panggung-panggung politiknya sebagai alat baru untuk
bertahan, dan sekaligus untuk mengambil peluang berperan sebagai agen langsung
dari Imperialis, atau paling tidak, dengan bertransformasi menjadi elite
politik. Dengan demikian, mereka dapat menemukan basis untuk mengembangkan kapitalnya
dari proyek-proyek ekonomi yang dibiayai/disponsori oleh negara. Gejala politik
ini menjadi kecendrungan yang umum saat ini. Untuk dapat mencapai tujuannya ini
bentuk ekspresi politik yang reaksioner dipergunakan, dari mengeksploitasi isu
agama, rasialisme (pribumi vs non pribumi, pendatang vs penduduk asli)
regionalisme, provinsionalisme, kabupatenisme, dsb.
Sementara itu, pergerakan rakyat di Indonesia sebagai
aksi politik esktra parlemen yang menentang hegemoni neoliberal tetap berjalan
secara kontinyu meskipun belum pernah mencapai kesatuan gerak, meskipun isu
yang dituntut adalah persoalan turunan dari neoliberalisme itu sendiri:
komersialisasi pendidikan dan kesehatan; pencabutan subsidi sosial, pupuk, dan
energi (BBM dan TDL); penggusuran pemukiman dan usaha kecil; perdagangan bebas
(impor bahan pangan); privatisasi BUMN; alih daya (outsourcing) dan
pembrangusan serikat kerja (union busting), dan kejahatan korupsi “kerah
putih” (seperti BLBI dan Century), dan lain lain. Namun apa daya, nyata sekali
bahwa kooptasi gerakan dengan sogokan jabatan (semisal komisaris BUMN) dan uang
tunai kepada para aktivis pimpinannya menjadi keseharian dalam perjalanan hidup
kaum pergerakan di pusat politik Indonesia: Jakarta. Pula kebetulan saat ini
menemukan tempat yang tepat untuk meluas seperti api dalam sekam: mental
kapitalis/borjuasi. Inilah yang pernah saya sebut sebagai politik
neoliberal.
Selanjutnya dalam sesi sidang program perjuangan,
disimpulkan: kemiskinan rakyat bersumber dari keadaan penduduk kota yang tidak
mampu diserap oleh industri, bahkan juga korban PHK akibat kebangkrutan
industri di Indonesia, serta arus migrasi penduduk pedesaan yang di sebabkan
oleh rendahnya industrialisasi di pedesaan menyebabkan di desa-desa sangat
langka lapangan kerja. Hal tersebut merupakan cerminan bagaimana program
reforma agraria yang sempat di prakarsai pada masa Soekarno, tak berjalan sama
sekali. Kepemilikan tanah, sejak masa Orde Baru hingga hari ini semakin
kecil. Dan semakin kecil lagi akibat
dari kebijakan liberalisasi pertanian.
Seluruh program perjuangan mendesak di lapangan ekonomi,
lapangan politik dan demokrasi, serta program perjuangan mengabdi pada jalan
keluar politik yang mendasar, pada tujuan perjuangan sepenuh-penuhnya dapat
menyelesaikan seluruh persoalan ekonomi dan politik yang menjadi kepentingan
rakyat miskin dan seluruh kelas dan kelompok sosial rakyat miskin lainnya.
Sudah jelas bagi kami bahwa seluruh kepentingan ekonomi
dan demokrasi bagi rakyat miskin hanya dapat diwujudkan jika kekuasaan mengabdi
pada kepentingan seluruh rakyat miskin, yakni: Mewujudkan masyarakat yang
adil dan sejahtera tanpa penindasan Kapitalisme. Dan hal tersebut akan terwujud
bukan dengan menitipkan cita-cita dan harapan pada partai-partai pro kapitalis,
atau pada militer penjaga modal, melainkan pada persatuan kekuataan rakyat.
Persatuan kekuatan rakyat lah basis bagi kekuasaan dari, oleh dan untuk rakyat.
Program yang akan menuntun kita pada arah perjuangan
sehari-hari. Program utama ini harus di jembatani dengan program ekonomi,
politik, kebudayaan, advokasi dan darurat lainnya, yang tujuannya adalah untuk
mengatasi hambatan-hambatan kemajuan kaum miskin dalam aspek-aspek tersebut.
Membangun jembatan-jembatan bagi kemajuan perkembangan tenaga produktif masyarakat, agar syarat-syarat bagi
mewujudkan kekuasaan dari, oleh dan untuk rakyat semakin besar; semakin nyata.
Selanjutnya dalam sesi sidang strategi taktik
perjuangan, disimpulkan: garis perjuangan ormas kaum miskin adalah anti
kapitalisme. Garis perjuangan tersebut mengadung pengertian berjuang melawan
penindasan agen-agen kapitalisme. Garis perjuangan selanjutnya adalah konsisten
memperjuangkan seluruh program perjuangan yang menjadi kepentingan rakyat
miskin dan tertindas. Bersolidaritas seaktif-aktifnya terhadap perjuangan kelas
tertindas dan golongan rakyat yang dimiskinkan oleh Kapitalisme. Secara organisasi
harus mengemban tugas membangun, menstrukturkan, dan
memperluas wadah perjuangan seluruh rakyat miskin di Indonesia, dan
mengorganisasikannya secara nasional.
Bahwa kongres sangat menyakini perjuangan yang akan
dilancarkan oleh SPRI haruslah bermuara pada upaya mewujudkan persatuan
kekuatan rakyat. Karena tanpa persatuan kekuatan rakyat seluruh program dan
cita-cita membebaskan rakyat tertidas tidak akan dapat terwujud.
Selain prinsip-prinsip politik dan organisasi, juga
disepakti bahwa taktik pembangunan ormas SPRI kedepan meliputi; Mobilisasi Aksi Politik Terjadwal, Melancarkan Aktifitas
Politik Berkelanjutan, Propaganda Berkelanjutan, Pelatihan infrastruktur
propaganda, Setia mengurus advokasi rakyat, Pendidikan Terencana untuk Kader
dan Anggota, Perluasan Berdasarkan Sasaran Terencana, Pelatihan keorganisasian,
Koran atau Terbitan yang terencana, Pengoperasian Media Publik. Kongres juga
memutuskan untuk bekerja berdasarkan Plan atau standar yang telah ditetapkan.
Sesi sidang pembahasan konsepsi organisasi dan mekanisme
menyoroti usulan badan organisasi yang diperluas hingga ditingkat
Desa/Kelurahan. Secara umum tidak ada ada perubahan bentuk organisasi. Adapun
perubahan yang disepakati meliputi: perubahan jadwal Rapimnas menjadi dua tahun
sekali. Perubahan istilah nama cabang-cabang. Menurut peserta kongres usulan
konsepsi organisasi sangat detil dan lengkap. Adapun perdebatan yang muncul
lebih pada persoalan redaksi dan penjelasan.
Selanjutnya dalam sesi sidah perubahan nama, logo dan
slogan telah disepakati nama baru penganti ormas SRMI adalah Serikat Perjuangan
Rakyat Indonesia (SPRI). Perubahan nama ini didasari oleh karena apabila tetap
menggunakan nama SRMI, berdasarkan penyampaian pimpinan daerah organisasi tidak
akan mengalami perkembangan. Sebaliknya organisasi akan banyak mengalami
masalah.
Yang paling menarik dalam kongres tersebut adalah
partisipasi peserta pada saat pembahasan Slogan perjuangan. Hampir semua
peserta aktif memberikan argumentasinya terkait dengan usulan perubahan slogan
perjuangan. Namun meski begitu, sidang kongres tetap dapat memutuskan slogan
berdasarkan aklamasi. Slogan yang diputuskan meliputi: Perjuangkan Hak-hak
Rakyat Miskin Indonesia ! Bersatu, Berjuang Rebut Hak Sejahtera, Lawan
Kapitalisme Imperialisme!
Dalam sesi pemilihan pengurus DPN SPRI Periode
2013-2018, sidang kongres sepakat menetapkan Marlo Sitompul sebagai Ketua Umum
dan Dika Mohammad sebagai Sekjen. Selanjutnya Kongres merekomendasikan pengurus
DPN terpilih untuk segera mengelar sayembara pembuatan Mars Perjuangan SPRI.
Sayembara tersebut hanya boleh diikuti oleh cabang-cabang SPRI.
Inilah mars SPRI:
Satukan jiwa dan citamu
rakyat semua
Menuju hari bahagia
tanpa berduka
Gapailah masa
depanmu
rakyat semua
Hancurkan
kapitalisme musuh bersama
Serikat
Perjuangan Rakyat Indonesia
Wadah berjuang
berazas
Pancasila
Serikat
Perjuangan Rakyat Indonesia
Perjuangkan hak
rakyat miskin
Indonesia
SPRI - SPRI
semangat tanpa pamrih
SPRI - SPRI
Berjuang untuk Negeri
Kuabdikan
diriku ini untukmu ibu pertiwi
Kuyakinkan
jiwaku ini padamu kami mengabdi