Rebut Demokrasi Sejati !

Rebut Demokrasi Sejati ! 27 Sep 2025       263

Rebut Demokrasi Sejati !

Oleh: Dika Moehammad

                Suatu hari di kompleks perumahan kita ada pemilihan ketua RT. Ada dua calon, Pardi dan Didin. Setelah proses pemilIhan didapatkan Pardi memperoleh 1 suara sementara Didin mendapatkan 50 suara. Akhirnya, Didin terpilih sebagai ketua RT baru. Apa arti angka 1 dan 50 dalam pemilihan tersebut? Angka 1 memperlihatkan suara Pardi minoritas dibandingkan suara Didin yang bisa mendapatkan suara mayoritas sebanyak 50. Artinya, sebagai pemilik suara mayoritas Didin berhak menjadi ketua RT, mengalahkan Pardi yang memiliki suara minorotas. Itulah esensi demokrasi sejati: mayoritas bisa menjadi pihak yang berkuasa. Bukankah demokrasi borjuis yang semu juga begitu? Mari kita bedah.

                Pramoedya Ananta Toer menggambarkan demokrasi sebagai berikut: “Engkau mempunyai hak yang sama dengan orang-orang lainnya. Dan demokrasi itu membuat aku tak perlu menyembah dan menundukkan kepala pada presiden atau menteri atau paduka-paduka.” Itu merupakan konsep demokrasi borjuis yang ideal. Namun dalam demokrasi seperti itu Pram menambahkan: “Tapi kalu engkau tak punya uang, engkau akan lumpuh tak bisa bergerak.” Uang adalah segalanya dalam demokrasi borjuis. Bila kita mempunyai uang yang melimpah maka bisa menjadi apa saja, dari menjadi presiden sampai ketua RT. Uang merupakan kunci. Para pemilik uang bisa membeli suara mayoritas untuk bisa berkuasa. Dengan dalih memegang suara mayoritas mereka merasa berhak menjadi penguasa yang mengatur segala aspek kehidupan kita.

                Suara mayoritas inilah yang kemudian diselewengkan oleh borjuasi. Bila kita bedah lebih dalam bahwa prinsip demokrasi adalah suara mayoritas menguasai suara minoritas, maka apakah borjuasi ini kelas yang mayoritas. Seperti yang kita ketahui, dalam masyarakat kapitalisme muncul dua kelas yang berhadap-hadapan, yaitu borjuasi dan proletar. Bila kita hitung apakah jumlah borjuasi lebih banyak dibandingkan dengan jumlah proletar? 

                Sebagai gambaran sederhana, lebih banyak mana jumlah pemilik modal (bos) disebuah pabrik dengan jumlah proletar (buruh)? Dengan mudah kita memberikan jawaban bahwa jumlah buruh jauh lebih banyak. Namun kenapa para bos yang berkuasa di pabrik? Karena merekalah pemilik modalnya. Dengan modal yang dimiliki mereka merasa mempunyai hak untuk menguasai buruh yang jumlahnya mayoritas. Begitu pula dalam demokrasi, para pemilik modal yang minoritas menguasai kelas proletar yang mayoritas dalam mengelola negara. Inilah demokrasi semu. Pemilhan umum hanya merupakan proses pengesahan borjuasi menguasai proletariat.

                Kita bisa melihat betapa semunya demokrasi borjuis. Siapa yang paling banyak duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari pusat sampai daerah? Borjuasi. Siapa yang menguasai Dewan Perwakilan Daerah (DPD)? Borjuasi. Siapa yang menjadi presiden dan para menteri? Borjuasi. Siapa yang menjadi gubernur, bupati dan wali kota? Borjuasi. Mereka yang jumlahnya minoritas ternyata bisa menguasai berbagai lembaga-lembaga politik. Bila demokrasi sejati yang ada, seharusnya DPR dan DPD diisi oleh kaum buruh, tani dan kaum miskin perkotaan. Bila demokrasi sejati yang diterapkan, semestinya presiden, menteri, gubernur, bupati dan wali kota diisi oleh kelas proletar, tani dan kaum miskin kota. Namun hal ini tidak terjadi sehingga dengan mudah kita mengatakan bahwa demokrasi semulah yang sedang diterapkan di negara kita. Demokrasi modal. Demokrasi uang. Siapa pemilik modal dan uang, merekalah yang bisa membeli suara untuk berkuasa. 

                Lantas bagaimana agar demokrasi sejati bisa terwujud? Tentu harus membalik keadaan. Kelas proletar dan kelas tertindas lainnya seperti kaum tani dan kaum miskin perkotaan harus merebut kekuasaan. Sebagai bagian dari moyoritas kelas-kelas tersebut harus berjuang agar bisa mengambil alih kekuasaan dari tangan borjuasi yang minoritas. Bila ini bisa terwujud maka demokrasi sejati bisa terwujud. Namun untuk mewujudkannya bisa melalui jalan panjang alias tidak mudah. Karena apa? Dengan kekuatan modal yang dimilikinya kaum borjuasi akan mempertahankannya kekuasaannya. Di sinilah diperlukan sebuah partai politik yang menampung kekuatan-kekuatan tertindas untuk bertarung dengan partai-partai borjuis dalam suatu pemilihan umum.

                Partai politik merupakan alat yang penting dalam memperjuangkan demokrasi sejati. Kita ikuti saja mekanisme demokrasi yaitu pemilihan umum. Lewat pemilihan umum inilah kaum tertindas bisa berjuang untuk merebut kekuasaannya. Oleh karena itu kaum buruh harus mempunyai partainya sendiri, kaum tani dan miskin kota memiliki partainya sendiri. Dengan begitu maka akan bisa ikut bertarung dalam arena demokrasi. Tanpa itu maka suara kaum proletar, tani dan kaum miskin perkotaan hanya digunakan oleh borjuasi untuk melegitimasi kekuasaannya dengan dalih bahwa mereka telah dipilih oleh rakyat sehingga berhak menyandang sebagai “wakil rakyat”. 

                Kita harus menyadari bahwa institusi-institusi politik selama ini telah dikuasai oleh kaum borjuasi. Inilah yang harus direbut oleh kekuatan-kekuatan tertindas. Bila memiliki partai sendiri maka buruh bisa memilih wakilnya sendiri, tani dan kaum miskin perkotaan juga bisa memilih wakilnya sendiri. Dengan jumlah mereka yang mayoritas maka akan bisa menguasai institusi-institusi politik untuk mewujudkan demokrasi sejati. Dengan memiliki partai sendiri maka kaum tertindas tidak perlu lagi memberikan suaranya pada partai-partai borjuis sehingga tidak ada yang memilih lagi, yang akan berakinat lepasnya semua kekuasaan politik dari tangan borjuasi.

                Bila demokrasi borjuis yang merupakan demokrasi semu bertujuan menyejahterakan borjuasi, maka demokrasi sejati bertujuan untuk menyesejahterakan kaum tertindas. Bila kaum tertindas bisa berkuasa maka mereka akan bisa membuat kebijakan dalam berbagai bentuk, termasuk undang-undang demi kepentingan kelas mereka. Selama ini undang-undang dibentuk demi kepentingan borjuasi yang sangat merugikan kepentingan rakyat kebanyakan. Bila demokrasi sejati bisa diwujudkan maka undang-undang bisa dibuat untuk kepentingan kelas proletar, tani maupun kaum miskin perkotaan. Oleh karena itu, kaum tertindas harus merebut kekuasaan politik. Tanpa itu akan terus-menerus ditipu oleh kaum borjuasi.

                Sudah harus mulai dikerjakan untuk membuat partai politik. Di negara kita mulai muncul partai buruh sehingga perlu didorong untuk membuat partai tani dan partai kaum miskin perkotaan. Borjuasi memberikan syarat yang tidak mudah untuk mendirikan partai politik agar mereka sendiri yang bisa membuat partai. Oleh karena itu, kekuatan tertindas harus berupaya untuk menerbos rintangan itu dengan bersatu membangun partainya sendiri. Dengan jumlah yang mayoritas tentu dengan kerja keras akan bisa terwujud upaya tersebut. Maka tidak ada jalan lain: bangun partai, rebut demokrasi sejati.*** 

Dika Moehammad, Sekretaris Nasional Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Periode 2022-2027